Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat Kepada Diri Sendiri | 4



Kepada Masa Lalu


Dear Ella,
Segalanya berjalan dengan baik hari ini di umurku yang ke 26. Aku sehat, bahagia, dan tetap menulis. Itu kegembiraan yang selalu sulit aku bahasakan dengan tepat. Aku hanya tahu menulis itu menyenangkan dan menenangkan di tengah kesibukanku mengurus anakku, Sukainah.

Aku menulis surat ini pada malam hari, tentu setelah Sukainah tertidur. Dulu aku sama sekali tidak membayangkan apapun di masa depan, selain kuliah dan menulis. Bahkan semasa kuliah, teman-teman mengira aku akan menjadi anggota kelas yang jadwal menikahnya paling akhir di antara yang lain. Semua t
Dokumen Pribadi

ahu bagaimana aku pada masalalu. Kamu juga tentu masih ingat kan, El?


Aku ingat Ella yang sangat tempramen pada masa-masa sekolah. Selalu naik pitam dan beberapa kali terlibat pertarungan fisik dengan teman lelakinya. Hah.... mengingat itu, aku pun khawatir kamu tidak akan mengalami masa-masa menjadi ibu yang rempong seperti sekarang.

Masih segar di kepalaku mengenang bagaimana kamu menempeleng teman sekelasmu dengan buku materi TIK. Dia nyaris menangis tapi ditahan karena malu. Malu sebab seorang perempuan kecil dan dekil telah menempeleng kepalanya. Kenapa kamu 'terlalu berani' seperti itu dulu, El?

Itu terjadi saat kamu masih kelas 2 MTs. Aku ingat bagaimana kamu gemetar setiap menahan amarah yang tidak tersalurkan dengan tangan atau bagian tubuhmu yang lain. Aku sangat menyayangkan itu semua. Bahkan setelah masuk SMK kamu terlibat percekcokan dengan teman lelakimu. Sekali lagi kamu marah dan ingin menempelengnya.

Ya. Kamu menempeleng teman lelaki yang ukurannya jauh lebih besar dan lebih tinggi dari kamu. Kamu mendongak mirip anak ayam yang lagi marah kehilangan induknya. Dan parahnya, dia balas menampar pipi kananmu. Aku ingat bekas tangan temanmu itu menempel di pipimu yang tembem.

Nyaris semua teman-teman kelasmu yang laki-laki melompat menghampiri kamu. Mereka khawatir kamu akan berkelahi. Mereka juga khawatir kamu akan ditempeleng lagi. Bagaimanapun kamu tetap perempuan yang tidak boleh terlibat kekerasan fisik apalagi lawanmu lain jenis.

Tapi kamu yang keras kepala dan tempramen mana mau dikasih tahu begitu. Kamu terlalu menganggap diri kamu bisa melawan siapa saja yang mengejek atau mencari gara-gara denganmu. Kamu lebih mirip preman sekolah dengan sikap seperti itu. Padahal kamu Ketua Osis.

Entahlah.. setiap mengingat itu semua kepalaku terasa penuh.

Pencak Silat adalah pilihan olahraga yang tepat untuk menyalurkan amarahmu. Membuatnya lebih teratur dan tidak asal gaplok orang. Meskipun kata orang tuamu itu untuk membentengimu dari perkara-perkara berbahaya, tapi siapa yang mau cari gara-gara sama kamu? 

Sebab sikapmu itu, selama SMK kamu lebih banyak bergaul dengan teman lelakimu. Entah di kelas atau di luar kelas. Mereka bercerita semua permasalahan dan isi otak mesum mereka kepadamu karena merasa kamu bagian dari mereka. Dengan begitu semakin tidak ada yang mau menganggu kamu. Mengganggu perempuan yang lebih mirip laki-laki. Mana ada laki-laki yang tertarik pada  sesamanya.

Hari ini aku menjalankan kehidupan jauh berbeda dari kamu dulu di masa-masa sekolah. Aku jatuh cinta, menikah, dan melahirkan anak yang lucu. Aku tahu ini tidak pernah tergambar dengan jelas di kepalamu dulu. Tapi ini tidak kalah menyenangkan. Aku merasa menjadi perempuan yang baik hari ini.

Beberapa perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan telah mengurangi sikap tempramenmu. Bahkan mengubah jenis pakaianmu. Mengubah kebiasaanmu meski sampai hari ini aku belum bisa memasak dengan baik seperti perempuan lainnya.

Ini semua jauh lebih menyenangkan dari pada menantang-nantang orang untuk berkelahi.

Seorang kawanku yang baik pernah menegur sikapku dan menyarankan beberapa hal agar aku bisa lebih mudah mengontrol emosiku. Aku sangat berterimakasih kepadanya.

Meski begitu, meski aku kesal dengan sikapmu dulu, dan sangat menyayangkan sikap tidak sopanmu itu, kuharap itu semua akan menjadi bagian penting agar aku megerjakan urusanku hari ini dengan lebih baik.

Tersenyumlah, ke depan, hari-hari kita akan lebih baik. Aku akan selalu mengawasimu dari tempatku.

Salamku, kembaranmu. 

Posting Komentar untuk "Surat Kepada Diri Sendiri | 4"