Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PANGERAN RONGGOSUKOWATI DALAM KACAMATA BUDAYA DAN SEJARAH

  

Situs pemakaman Pangeran Ronggosukowati

Madura adalah sebuah pulau di Jawa Timur yang memiliki 4 kabupaten: Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Keempat kabupaten ini dikenal sangat kaya akan berbagai lokasi wisata. Wisata religi merupakan salah satu aset yang—selain potensial juga sangat penting sebagai warisan sejarah.

Pamekasan sebagai salah satu kota di Madura juga tidak lepas dari kekayaan situs religi yang menjadi objek wisata dan warisan cagar budaya. Adapun daerah-daerah yang paling sering dikunjungi wisatawan sebagai objek wisata religi di antaranya adalah Masjid Agung Pamekasan, Gedung Islamic Center, Komplek Pemakaman Waliyullah Batu Ampar, Situs Pangeran Ronggosukowati, Vihara Alokitesvara, dan Makam Joko Tarub.

Selain itu, sebenarnya masih banyak situs religi yang belum terpublikasi dan belum banyak diketahui karena akses transportasi kurang memadai dan sulit dijangkau sebab berada di daerah-daerah terpencil. Makam Ronggosukowati adalah salah satu situs cagar budaya di Pamekasan yang tercatat dalam daftar Cagar Budaya Jawa Timur.

Pangeran Ronggosukowati atau Raden Aryo Seno adalah keturunan ke-5 dari raja Majapahit yang terakhir. Catatan silsilahnya menunjukkan bahwa ia adalah keturunan dari Ario Lembu Petteng yang merupakan putra dari raja terakhir Majapahit. Namun, kontroversi sejarah serta lemahnya sumber informasi yang dapat digali mengaburkan data mengenai siapa ayahanda dari Ario Lembu Petteng.

Selanjutnya, Ario Lembu Petteng memiliki 3 orang putra, yakni Ario Menger, Ario Mengo, dan Retno Dewi. Ario Mengo kemudian mendapat julukan Kiai Wonorono, ia merupakan penguasa pertama wilayah Pamellengan atau Pamelingan (Pamekasan sekarang). Kiai Wonorono memiliki seorang putri tunggal Bernama Nyai Banu, kelak ia dijuluki sebagai Ratu Pamellengan setelah menggantikan kekuasaan ayahandanya.

Nyai Banu kemudian dinikahi oleh Kiai Adipati Pramono, mereka dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Nugeroho yang kemudian diangkat sebagai pengganti Nyai Banu. Pangeran Nugeroho juga dikenal sebagai Bonorogo (Wonorogo), beberapa sumber juga menyebutkan bahwa ia juga dikenal sebagai Adipati Pramono.

(Silsilah Kerajaan Pamellengan Hingga Pangeran Ronggosukowati. Sumber: diolah pribadi)

Adipati Pramono kelak memiliki seorang putra yang akan menggantikan jabatannya, dialah Pangeran Ronggosukowati. Ia memimpin kerajaan Pamellengan atau Pamelingan (Pamekasan sekarang) yang memerintah dari tahun 1530 – 1616 M. Peralihan tahta kekuasaan terjadi pada tanggal 3 November 1530 M. yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Pamekasan.

Sejarah dan Unsur-Unsur Budaya pada Situs Cagar Budaya Makam Ronggosukowati Beberapa sumber menyebutkan bahwa Pangeran Ronggosukowati adalah raja Pamellengan pertama yang beragama Islam dan secara terang-terangan menyebarkan ajaran Islam di Pamekasan. Pembangunan Masjid Jamik (Masjid Agung Assyuhada’) Pamekasan menjadi salah satu bukti penting tentang peran dan kiprah perjuangan beliau dalam penyebaran Islam di Pamekasan.

Keberadaan masjid tersebut menandai pergerakan penyebaran agama Islam di Pamekasan. Sebenarnya ini bermula sejak runtuhnya kerajaan Majapahit digantikan oleh kerajaan Mataram. Saat itulah penyebaran Islam semakin berkembang, termasuk kerajaan-kerajaan di bawah kekuasaannya.

Meski Ario Lembu Petteng alias buyut dari Pangeran Ronggosukowati telah memeluk agama Islam dan belajar kepada Sunan Ampel di Surabaya, namun beliau tidak kembali untuk melanjutkan kepemimpinannya di Sampang, melainkan menetap dan meninggal di sana. Sehingga penyebaran Islam kepada keturunan-keturunan Ario Lembu Petteng kemungkinan terhambat.

Hingga masa kepemimpinan Nyai Banu, kerajaan Pamellengan masih tercatat memeluk agama Buddha. Sementara pada masa setelahnya, yakni Pangeran Nugroho, Islam sudah mulai masuk dan dikenal. Beberapa keluarga keraton juga disebutkan telah memeluk agam Islam, termasuk putra-putri Pangeran Nugeroho sendiri.

Barulah pada masa Pangeran Ronggosukowati, catatan sejarah menjadi lebih tercerahkan. Islam secara terang-terangan disebarkan, bahkan pembangunan tempat peribadatan mulai dilakukan. Meski sempat dirobohkan setelah datangnya kekuasaan Mataram, namun tak dapat dipungkiri bahwa pergerakan Islam mulai masif pada masa kepemerintahan  Pangeran Ronggosukowati.

Sementara itu, nama Pamekasan baru dikenal sejak masa Pangeran Ronggosukowati naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labang Daja ke Kraton Mandilaras pada tahun 1530-an.

Sejauh mana perannya terhadap pembangunan kota Pamekasan pada masa itu? Sejumlah referensi menilai bahwa pengembangan kota menjadi kian tertata pada masa kepemimpinan beliau. Salah satunya penjelasan Bapak Bupati Baddrut Taman, S. Psi pada Haul Pangeran Ronggosukowati 2018, yang bercerita tentang kiprah perjuangan beliau dalam pembangunan kota dan tata kehidupan masyarakat agar setara dengan kota-kota yang lain di Madura.

Bapak Bupati menjabarkan 6 langkah prioritas Pangeran Ronggosukowati yang dampaknya sangat besar untuk pembangunan kota. Mulai dari pembangunan Keraton Mandilaras dan Gedung Pemerintahan, Pembangunan Masjid Agung, asrama prajurit, rumah penjara, jalan kota, hingga pemakaman umum.

Pembangunan-pembangunan inilah yang menjadi bukti sejarah bahwa Pamekasan telah menjadi kota yang terorganisir, tertib, dan teratur pada masa kepemimpinan Pangeran Ronggosukowati.

Mengenai unsur budaya pada makam, karakteristik makam raja-raja Islam di berbagai daerah dapat diketahui berdasarkan hasil kebudayaan pada masa tersebut. Kebudayaan lokal dan tradisional masih sangat dominan terlihat pada bentuk dan struktur makam.

Lokasi komplek pemakaman Pangeran Ronggosukowati yang berada di Kelurahan Kolpajung Kabupaten Pamekasan, dijadikan sebagai situs purbakala di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pamekasan. Hal ini merupakan sebuah bentuk penghormatan terhadap seseorang yang memiliki peran penting atau tokoh yang memiliki peran besar di wilayah tersebut.

Pada situs, terdapat beberapa makam lain yang secara genealogis, makam-makam tersebut masih memiliki hubungan darah antara satu makam dengan makam yang lainnya. Makam Pangeran Ronggosukowati merupakan komplek utama yang dilengkapi dengan cungkup dan mustaka.

Kemudian, situs ini memiliki tiga gapura. Gapura pertama merupakan pintu gerbang utama. Gapura kedua terletak pada tiga makam putra Pangeran Ronggosukowati serta beberapa makam lainnya. Dan gapura ketiga terletak di bagian dalam terletak pada situs makam Pangeran Ronggosukowati. 

Karakteristik yang terdapat pada makam dapat dikatakan klasik, karena akulturasi Islam berpadu dengan peninggalan-peninggalan kerajaan sebelumnya yang bercorak Pra Aksara dan Hindu Buddha. Hal ini mengacu pada catatan sejarah penyebaran Islam yang baru masif pada masa Pangeran Ronggosukowati sendiri. Sementara pada kepemimpinan Nyai Banu (Ratu Pamellengan) agamanya masih tercatat sebagai agama Buddha. Pangeran Nugeroho juga belum menyatakan secara terang-terangan keislamannya.

Pada komplek utama terlihat sebuah cungkup yang terbuat dari kayu dengan beragam hiasan. Setiap pojok bangunan terdapat hiasan salur-salur penyamar objek pada hiasan fauna kuda terbang yang bermahkota bunga. Arsitektur cungkup menampakkan dua unsur menonjol berupa tumpeng dan sebuah mustaka yang menyerupai masjid demak.

Sejak ditetapkannya sebagai situs cagar budaya, pemakaman ini telah mengalami berbagai perkembangan fungsi dan nilai. Selain fungsi religius, situs cagar budaya juga memiliki nilai pendidikan dan budaya yang tinggi.

* Artikel ini diikutsertakan dalam lomba esai Hari Jadi Pamekasan 2022


 DAFTAR BACAAN

apps.cagarbudayajatim.com/category/situs-cagar-budaya/

jatim.suara.com/read/2021/12/06/120651/sejarah-kabupaten-pamekasan-dan-kisah-raja-ronggosukowati

matamaduranews.com/pamelengan-ronggosukowati-dan-pamekasan-dalam-lintasan-sejarah/

matamaduranews.com/pamelengan-ronggosukowati-dan-pamekasan-dalam-lintasan-sejarah/

pamekasankab.go.id/sejarah

pamekasankab.go.id/wisata

www.pilarpos.co.id/2018/11/cerita-singkat-pangeran-ronggosukowati.html

Posting Komentar untuk " PANGERAN RONGGOSUKOWATI DALAM KACAMATA BUDAYA DAN SEJARAH"