Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lovember | 9

 

Foto Pribadi

Tiga bulan lebih saya tidak menulis. Bukan tanpa sebab, bukan juga karena tak ada sesuatu untuk disampaikan. Sekalipun saya dan Pak Haji sedang saling diam, saya tak pernah kehabisan kata-kata untuk diungkapkan, walaupun nanti yang muncul adalah omelan.

Bagi saya omelan itu adalah bagian dari mencintai. Anggapan saya semakin kuat karena setiap saya mengomel, Pak Haji tak pernah menjawabnya apalagi membalasnya. I love You, Bang.

Saya mencintainya, karenanya saya mengomel setiap dia tak meletakkan baju kotor pada tempatnya. Saya mencintainya, sehingga harus mengomel setiap dia pulang dari ‘mana-mana’ dan tak langsung bersih-bersih ke kamar mandi. Saya selalu mengomel setap melihat dia menarik baju sembarangan di lemari, karena saya mencintainya. Saya bahkan mencintai sekaligus mengomeli dia yang tak dapat meletakkan pasta gigi dan parfum ke tempat semula.

Cinta saya besar dan sederhana. Begitu juga dengannya. Maka saya senang dengan ungkapan “Nikmat terbesar dari dua orang yang saling jatuh cinta adalah menikah.”  

Malam ini saya menulis kembali juga kerana cinta dan rindu yang kuat. Apa hanya saya istri di dunia ini yang merasa rindu sekalipun selalu bersama? Jangan bilang saya lebay. Apalagi kalian yang perempuan. Karena setiap orang memiliki jenis lebaynya masing-masing.

Itu adalah cerita versi drama Korea. Sekarang akan saya ceritakan kejadian yang sesungguhnya.

***

Seharian ini sebenarnya tak ada rencana menulis dalam kepala saya sampai akhirnya saya berjumpa status Facebook sang guru agung saya, Bang Sulak. Katanya, “Seorang penulis bentuk oleh keterampilannya memilih kata dan kalimat untuk bisa menyampaikan sesuatu dengan cara yang paling tepat. Dalam ketepatan memilih kata dan kecakapan menyusun kalimat itulah seorang penulis berbeda dengan juru ketik.”

Kalimat terakhirnya membuat saya bangun dari tempat tidur dan buru-buru menyalakan laptop, setelah sebelumnya ke kamar mandi sebentar lalu meneguhkan niat bahwa saya harus menjadi penulis, bukan juru ketik.

Beberapa waktu lalu saya mendengar kalimat serupa tapi tak sama dari yang mulia K. Faizi. Kata beliau, “Pengemudi itu tak sama dengan orang yang bisa nyetir.” Beliau lalu bercerita banyak tentang sopir dan bus-nya, saking banyaknya sampai jadi buku. Saya mangguk-mangguk di kursi belakang di belakang saya mangguk-mangguk, entah apa.

Perihal penulis dan juru ketik, saya ingin membahasnya lebih lanjut.

Sejak kecil saya senang mengarang. SMK saya bercita-cita menjadi perempuan seperti Najwa Shihab. Saya mulai belajar ilmu-ilmu jurnalistik melalui diklat, lembaga pers siswa, dan berbagai sarana pembelajaran. Puncaknya, saya punya keinginan kuat untuk menjadi wartawan, bekerja di koran atau televisi, kemudian jadi reporter, kemudian terjun di dunia broadcasting.

Sebuah cita-cita yang asing untuk perempuan desa yang—mau sekolah aja diteriakin tetangga tentang gagasan kuno soal perempuan. Kalian tentu paham tanpa perlu saya ulang-ulang ceritanya.

Dan kata-kata Bang Sulak itu seperti membangunkan sesuatu dalam diri saya yang sudah lama tak kesenggol. Anehnya, ketika saya duduk di hadapan laptop dan tangan di atas key board. Tiba-tiba yang muncul dan ingin saya tulis adalah kelanjutan dari seri Lovember.

Saya dan kegemaran saya menulis sama persis dengan Pak Haji dan kegemarannya. Sejak kecil dia sering ngintilin santri putra yang sedang mengoperasikan komputer. Kelas 3 SD dia sudah bisa bobol komputer sekolah. Kelas 5 SD sering dipanggil ke kantor sekolah untuk memperbaiki printer yang tiba-tiba macet.

Saat di SD juga dia bercita-cita untuk kuliah di ITS, tapi ingin nyantri di Jombang. Mama tak kasih izin karena terlalu jauh.

Di banding saya yang tak kesampaian kuliah di Jogja, Pak Haji jauh lebih beruntung.

Kali ini saya menulis agar saya tak jadi juru ketik. Kerajinan menghasilkan tulisan akan berkaitan dengan keterampilan memilih kata dan menyusun kalimat, dan saya memerlukan keterampulan memilih kata dan menyusun kalimat untuk bisa menulis sebaik-baiknya. Seperti Bang Sulak, saya pun lelah setiap hari disuguhi tulisan yang buruk. Makanya saya belajar menulis.

 

Demikian. Salam hangat.

Lailatul Q.  

Posting Komentar untuk "Lovember | 9"