Lovember | 7
dokumen pribadi |
Hai, Pak Haji..
Selamat malam,
Saya kira malam ini
kita akan duduk berdua di serambi rumah, di taman, di ruang belakang atau di
mana saja sebagai perayaan anniversary paling realistis. Dengan segelas coklat
panas untukku dan secangkir kopi untukmu. Lalu kita akan berbicara soal apa
saja yang penting dan tidak penting.
Tapi ternyata scene
romantic memang hanya ada dalam film dan naskah.
Karena kita adalah
penduduk desa yang baik, maka kamu harus pergi ke rumah tetangga untuk tahlilan
dan lain-lain, lalu saya duduk manis menunggu kamu datang menenteng kresek yang
selalu ingin saya intip isinya.
Kalau saja kamu belum resign
dari kantormu, barangkali kita sudah duduk di café, atau di bioskop, atau di
pantai Rancabuaya, Garut, seperti keinginanku.
Tapi sudahlah, Pak
Haji. Kamu tak perlu berpikir untuk mewujudkan keinginan-keinginan yang ada
dalam kepala kecilku ini. Kamu tak perlu melakukannya lagi seperti dulu. Dulu
itu sudah kuanggap sebagai perjuanganmu, sekarang kita sudah berdua, jadi kau
tak perlu lagi berjuang.
Sebagai manusia
normal, kita pernah terlibat scene meet-cute seperti itu dulu. Dulu sekali.
Sewaktu saya sedang bingung memilih kampus dan jurusan apa yang saya inginkan. Sementara
kamu sudah jaya dengan pilihanmu.
Sebenarnya banyak
tempat yang kita datangi dan perlu saya tulis catatan perjalanannya, dulu. Sebelum
kita menikah. Pertemuan yang direncanakan, pertemuan spesial-dadakan, atau
pertemuan yang seolah tak terduga padahal kita sudah tau akan bertemu di sana. Oh,
alangkah lucunya. Tapi itu dulu.
Hari ini beda lagi, kemana-mana
kita sering berdua. Ke dapur, ke tempat jemuran, ke toko, ke sekolah, ke supermarket,
ke mana-mana lah pokoknya. And finally,
there is no some thing special about it. Mana mungkin saya nulis catatan ke
dapur berdua, atau ke tempat jemuran berdua. Hidup mulai ga lucu ya kan?
Kemarin kita ke Pare, lalu
tersesat. Tapi tidak berduaan. Kita satu bis tersesat muter-muter di
Kediri sampai nyaris 2 jam. Sebelum itu niat kita mau belajar dan berlibur, sebelum
berangkat kami sudah mengangkat tangan berdo’a jamaah. Bis mulai bergerak
meninggalkan halaman sekitar jam 22.23 WIB.
Saya tidak tahu apa
tipe bisnya, tapi ia bisa menampung sekitar 35 orang termasuk sopir dan kernet
bis. Dibanding bis yang biasa saya tumpangi saat berkeliaran ke luar kota, bis
ini termasuk kecil. Tempat duduknya juga kecil dan space-nya sangat rapat
hingga beberapa penumpang dengan berat badan di atas normal pasti kambuh asam
uratnya.
Untuk yang pertamakalinya,
saya dan Pak Haji duduk terpisah. Tapi kami cukup dekat untuk sekadar “Say
Hello” kalau rindu tiba-tiba menyerang.
Usai ikut kelas di Lembaga
Paman SAM, Pare, kita bergerak menuju wisata Kota Mungil. Lokasinya masih di Kediri.
Kami semua belum ada yang tahu seperti apa itu wisata Kota Mungil, sopir kami
yang baik juga belum pernah singgah ke daerah itu. Jadilah kami minta bantuan
Mbah Google Maps untuk petunjuk jalan.
Dalam pikiran saya,
dan semua penduduk bis juga tentunya, kita akan beristirahat dan having fun
di sana setelah seharian penuh kami terombang-ambing dalam perjalanan. Tapi stressing
surprisenya adalah; sopir bis menginjak rem lalu kami turun sempoyongan,
dan tralalalla… Kota Mungil ternyata adalah wisata anak-anak. Lengkap dengan
cat warna-warni dan patung karakter mirip upin-ipin. Innalillah.
dokumen pribadi |
Alhamdulillah juga dilengkapi
mainan prosotan, ayunan, kuda-kudaan, dan entahlah apa lagi. Rupanya kami salah
perhitungan, pemirsa.
Saya merasa geli
sendiri melihat bapak guru berpose di depan spot foto anak, barangkali itu oleh-oleh
untuk anak-anak beliau di rumah.
Aduh Pak Haji, ini
pengalaman mengesankan sekali lho.
Puas berfoto ria dan
makan-minum sekadarnya, kami semua pulang. Kembali masuk bis dan berhimpitan
dengan barang-barang. Setelah itu kami muter-muter, dan saya berusaha memahami
perasaan pak sopir yang baik hati itu.
Menurutmu bagaimana,
Pak Haji? Barangkali Pak Sopir itu kesal sekaligus tak enak hati kepada kita
semua. Atau boleh jadi beliau sedang kesal dengan satu hal di rumah atau dengan
teman sesama sopir. Atau bahkan beliau kesal dengan penumpang yang berisik
seperti kita.
Tapi beliau sudah
berusaha dengan baik, ya kan, Pak Haji?
Ah, Pak Haji.. saya tidak
mungkin mengenang setiap perjalanan denganmu. Tetapi saya bisa memastikan bahwa
setiap kenangan tidak akan habis begitu saja.
dokumen pribadi |
Dipikirkan sejak
tanggal 29 November
Ditulis tanggal 30
November-24 Desember
Kediri-Pamekasan, 2021
Posting Komentar untuk " Lovember | 7"