Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lovember | 6

 

Foto pribadi


Pak Haji, sejak kemarin kepala saya penuh dengan persoalan kerajaan Kediri dan Singasari. Saya terus terbayang perseteruan dua kerajaan besar Jawa yang tak kunjung usai itu. Barangkali saya terseret alur cerita terlalu dalam.

Semalam bahakan saya bermimpi Arya Dwi Pangga. Dari sekian banyak tokoh dalam kisah Tutur Tinular, mengapa mesti si penipu Pang-Pang itu yang muncul.

Saya tidak bergurau, Pak Haji. Saya sungguh bermimpi. Setelah si Pang-Pang membuat onar hingga menewaskan ayahanda dan abdi setianya, ia mabuk sambil memukul istrinya habis-habisan. Tetapi Pang-Pang yang memang penyair, ia memukuli istrinya dalam keadaan mabuk sambil sesekali melantunkan syair-syair kemenangan.

Saya marah entah pada siapa. Pang-Pang itu keterlaluan. Mengapa dia harus membunyikan syairnya di mana-mana tanpa kenal situasi dan suasana. Betapapun teman saya memuji-muji puisinya, dalam situasi seperti itu, justru syairnya terdengar sangat menjengkelkan.

Saya sama kesalnya dengan Kamandanu, adiknya. Kalau saya menjadi Danu, saya merasa tidak perlu bernegosiasi perihal nyawanya. Saya akan menggunakan cara-cara mafia untuk membunuh si Pang-Pang sialan itu.

Dalam dunia mafia, rasa sakit bukan lagi menjadi bahan negosiasi yang ditakuti. Beberapa orang bahkan bisa melawan rasa sakit, tetapi tidak dengan rasa takut. Jika langsung membunuh Pang-Pang begitu saja, tentu kematiannya terlalu indah. Pang-Pang harus menikmati kematiannya pelan-pelan.

Saya kenal consigelierrie mafia berkebangsaan Itali-Korea. Di kalangan mafia, ia dijuluki si Kucing Kenyang. Saya dan Pak Haji paham sekali apa maksudnya itu. Kucing yang kenyang tidak akan memangsa tikusnya begitu saja. Mereka akan bermain-main sampai si kucing merasa benar-benar lapar. Tapi sayang, terkadang permainannya keterlaluan.

Sebelum membunuh, consigelierrie itu mengajak korbannya makan di restoran sampai kenyang. Yah. Seperti yang kalian bayangkan, itu sangat mengerikan. Biar kuberi tahu, nama consigelierrie itu adalah Vincenzo Cassano.

Pang-Pang harus dibunuh oleh Vincenzo. Tapi itu hanya ada dalam kepala saya, bukan kepala sutradara atau penulis naskah. Hehe.

Pak Haji pandai mendesign, dan saya pandai berkhayal.

Tetapi takdir tidak berjalan sesuai kehendak manusianya. Manusia senang berncana, Tuhan suka tertawa. Pang-Pang yang ternyata nasibnya masih mujur, ia hanya tercebur ke sumur yang dalam. Di sana ternyata adalah mulut goa, di sana pula ia ditolong seorang lelaki tua yang juga terjebak di goa itu selama tiga tahun. Lalu kepadanyalah Pang-Pang belajar ilmu kanuragan.

Katanya, kalau Pang-Pang mampu menguasai dengan baik, ia akan bisa merobohkan batu besar di hadapannya dan keluar dari dalam goa dengan selamat. Saat itu saya tertidur hingga bermimpi Pang-Pang. Dalam mimpi pun saya tetap kesal, karena Pang-Pang berhasil menguasai ilmu kanuragan itu dengan baik.

Pagi hari saya cerita kepada Pak Haji perihal mimpi saya semalam, dia tertawa. Katanya, “Kamu ada-ada saja.”

Sejak dulu saya selalu suka caranya tertawa. Dia menjadi lebih imut dan menggemaskan. Ketika tertawa, gigi kelincinya seperti menyapa saya “Hai, Queen!”.

Barangkali kalian belum tahu, kami sama-sama memiliki gigi kelinci yang bagus dan lucu. Mungkin ini salah satu alasan kami menikah.

Tanpa mengurangi rasa hormat kami pada undang-undang perkawinan negara atau agama, bahkan undang-undang dalam Kutara Manawa Dharmasastra (WILWATIKTA) sekalipun, alasan kami menikah memang adalah karena kami memiliki beberapa persamaan dalam hal sikap, sifat, dan fisik. Salah satunya gigi kami ini.

Bagi beberapa orang, pernikahan memang kehidupan sakral yang di dalamnya akan penuh perjuangan. Bukan maksud kami mengesampingkan hal itu, tetapi era milenial memang mengubah beberapa hal. Pernikahan kami adalah menertawakan siapa yang tidurnya paling jelek sambil sesekali mengabadikannya dengan foto.

Pernikahan kami adalah panggilan-panggilan paling usil, lalu kami akan tertawa sekalipun kami sedang kehabisan pulsa. Pada awalnya memang saya memanggilnya dengan sebutan Pak Haji, kemudian Ji, kemudian Jigong, kemudian Su Ji Gong. Biar terdengar seperti nama-nama Korea. Sungguh pernikahan yang indah.

Saya akan memberitahumu apa itu Kutara Manawa Dharmasastra, Pak Haji. Kamu pasti baru mendengar istilah itu.

Kutara Manawa Dharmasastra atau WILWATIKTA adalah kitab undang-undang yang dimiliki kerajaan Majapahit. Di dalamnya ada banyak sekali aturan-aturan pemerintah dan masyarakatnya. Termasuk 8 macam aturan perkawinan.

Tapi, saya kira tidak perlu memberitahumu 8 macam perkawinan itu, karena kita memiliki cara sendiri untuk berbahagia dan menjalani pernikahan kita dengan baik.  

 

 

Salam hangat,

Istrimu.

Posting Komentar untuk "Lovember | 6"