Menuju Ekonomi Menengah Atas
Opini Kabar Madura edisi 17 Januari 2019
Awal tahun 2019 Indonesia semestinya tidak hanya diwarnai politik berupa persiapan pemilu yang
akan digelar serentak pada April mendatang, tapi juga optimisme perekonomian Indonesia.
Semua dari kita menyadari terjal jalan yang akan dihadapi sepanjang tahun 2019
ke depan. Namun awal tahun tak seharusnya berpikiran bahwa semua permasalahan
akan berujung pada pesimisme perekonomian, bukan?
Memang, pendapatan menengah bawah dengan
rata-rata nasional kotor Indonesia masih jauh untuk dikatakan sebagai negara
makmur. Bank Dunia pada tahun 2017 menargetkan, suatu negara dikatakan makmur
apabila pendapatan perkapita di atas 12.235 dollar AS. Sementara pendapatan Indonesia
baru mencapai 3.800 dollar AS.
Namun demikian, pricewaterCooper 2018
memprediksikan—dalam perspektif ekonomi—bahwa pada
tahun 2045 Indonesia akan menjadi Negara makmur. Dengan kekayaan sumber daya
alam, jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, dan bonus demografi
2020-2040, prediksi ini tentu bukan bualan belaka jika Indonesia mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi setidaknya di atas 7% per tahun, menyerap
banyak tenaga kerja, menyejahterakan masyarakat secara berkelanjutan. Maka pada
saat seperti itu kemungkinan kekuatan ekonomi Indonesia mencapai 7,3 triliun
dollar AS.
Sementara di Amerika Serikat sendiri, pada 2018 kemarin telah
berhasil menekan angka pengangguran hingga bersisa 3.7%, pertumbuhan ekonominya
naik 2.9 %, IHSG nya menembus harga 26.793 berkat perang dagang dan tingkat
suku bunga yang dinaikkan The Fed. Demikianlah perekonomian AS kian
meroket. Dan dengan begitu pula
Negara-negara lain, utamanya Negara berkembang, termasuk Indonesia menjadi
menderita. Penderitaan berupa kurs mata uang hampir seluruh dunia melemah yang
berujung dan berdampak pada stabilitas perkonomian kita juga.
Pada saat-saat seperti ini diperlukan tindakan untuk menyelamatkan
diri dari gelombang tsunami besar di bidang perekonomian. Bagaimana respon BI
sebagai bank sentral Indonesia? Dengan percaya diri BI tetap mempertahankan
tingkat suku bunga acuan sebesar 6%. Kebijakan yang menarik sekali karena
hingga 07 Januari kemarin rupiah menguat menjadi 14.032 per dollar AS. Padahal
pada Oktober 2018 kemarin, rupiah mencapai puncak terlemah yakni 15.200 lebih
per dollar AS.
Kebijakan ini didukung oleh kinerja menteri keuangan kita, Sri
Mulyani Indrawati, di tengah serangan gelombang besar yang dilancarkan Amerika
Serikat, ia berhasil menjaga kredibilitas fiskal Negara dengan baik. Walhasil,
defisit APBBN bisa dipangkas dari Rp. 325 Triliun menjadi Rp.259 triliun.
Keseimbangan primer Negara hanya minus Rp. 1.8 triliun padahal di tahun
sebelumnya minus Rp. 87 triliun. Ditambah lagi dengan adanya kerjasama BI
dengan bank-bank sentral Malaysia dan Thailand dalam transaksi bilateral untuk
mendapatkan mata uang lain, yang mana diharapkan dari sekian banyaknya mata
uang selain USD di pasar, maka dengan sendirinya kurs rupiah terhadap USD akan
stabil.
Jadilah dalam hal ini Indonesia memiliki harapan baru untuk terus
membaik kedepannya. Tentu ini sebuah prestasi bagi Indonesia yang terus menerus
mendapat serangan ekonomi eksternal. Atas kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
Sri Mulyani tersebut, majalah The Banker menobatkan ia sebagai mentri keuangan
terbaik dunia tahun 2018.
Pada sisi lain, optimisme Indonesia sebagai Negara maju tersebut
dapat didukung oleh, salah satunya, pengembangan ekonomi maritim. Sebagaimana
presiden Joko Widodo menjadikan kemaritiman sebagai salah satu prioritas dengan
tag line Indonesia sebagai poros maritim. Karena sebenarnya
ekonomi maritim menawarkan potensi menghadirkan pertumbuhan ekonomi tinggi,
berkualitas, inklusif dan berkelanjutan. Di lihat dari perspektif bahwa ekonomi
maritim Indonesia memiliki banyak sector. Di antaranya: perikanan tangkap,
perikanan lestari, industri pengolahan perikanan dan hasil laut, dan pariwisata
bahari. Sejauh ini keseluruhan sektor telah memberikan banyak sumbangan untuk
pendapatan Negara.
Oleh karenanya, kita perlu meluruskan dan menegakkan orientasi
pembangunan maritim sebagaimana tujuan Jokowi
dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi maritim Indonesia dan
implementasi pembangunan ekonomi maritim tersebut diharapkan dapat mewujudkan
cita-cita Indonesia menjadi Negara berpendapatan menengah atas. Wallahu
a’lam.
*Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam INSTIKA, sekaligus
wakil manajer Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GI-BEI) INSTIKA.
Posting Komentar untuk "Menuju Ekonomi Menengah Atas"