Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Oemar Said Tjokroaminoto untuk Bangsa Idonesia


 
Dulu sekali, saat Tjokroaminoto sang guru para pendiri bangsa hendak membawa organisasinya—Sarekat Islam—ke level nasional pada tahun 1915-an, bersama teman sepengurusannya ia merancang delapan program untuk semakin memperjuangkan hak rakyat. Menyongsong hari kemerdekaan.
Dalam bidang pendidikan, Sarekat  menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasi penerimaan murid di sekolah. Pengadaan program wajib belajar untuk semua penduduk sampai usia lima belas tahun, serta pemberian beasiswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di luar negeri.
Karena dianggap kian memperjuangkan rakyat, maka semakin meneguhkan dukungan masyarakat kala itu. Bahkan berdasar catatan sejarah anggotanya mencapai 440 ribu orang.  Jadilah organisasi ini besar. Sambil lalu mengerahkan peluasan intelektualitas dan aksi-aksi pendidikan. Terlepas dari bagaimana organisasi ini berdiri pada awalnya, tampaknya ia telah menjadi geliat awal gerakan pembelajaran dan pendidikan yang didirikan oleh pribumi sendiri.
Tahun-tahun sebelumnya memang, organisasi Boedi Oetomo yang didirikan oleh Soetomo beserta kawan-kawannya para mahasiswa STOVIA—sekolah kedokteran jawa di Betawi—kabarnya juga mendirikan sekolah untuk kaum pribumi dengan pendidikan Eropa-Belanda. Namun rupanaya organisasi ini tak dapat bertahan lama dari ideologinya yang semula karena dinilai sudah bertransformasi menjadi perkumpulan para priyai (KPG,2011).
Sarekat Islam sendiri dikemas menjadi organisasi modern, yang dalam bahasa Pramoedya Ananta Toer adalah organisasi yang diatur dengan aturan demokratis, mendapat pengakuan dari kekuasaan yang berlaku dan secara hukum nilainya sama dengan orang Eropa. Ini yang penting. Organisasi-organisasi didirikan, sekolah-sekolah dibangun untuk setara sebagai manusia di muka bumi.
Kehadiran Tjokro Aminoto dalam organisasi ini, mengusung konsep Islam. Hal ini Nampak dalam tulisannya, “maka sangatlah pegharapan kepada para Ulama-Ulama, terlebih lagi Ulama-Ulama PSII sudi apalah kiranja suka menundjukkan kepada jang bertanda-tangan di bawa ini rupa-rupa ‘Hadits’ jang shahih. Jang menjatakan atau menguraikan tjara kehidupan Nabi kita Clm, dalam rupa-rupa hal-ihwal-nja kehidupan dan penghidupan, terhadap kepada orang-orang isi rumah dan kepada umat-nja”.
Gerakan berdasarkan Islam ini semakin berkembang kian membara di semua wilayah. Mengumandangkan garis perjuangannya yakni sosialisme  Islam. Pada 1930-an mulai banyak bermunculan sekolah-sekolah Tjokroaminoto yang dibangun oleh cabang-cabang organisasinya di semua wilayah.  Silabus dan kurikulumnya didasari pada buku Moeslim National Onderwijs yang ditulisnya sendiri pada 1925.
Sekolah-sekolah itu mengajarkan soal arti kemerdekaan, budi pekerti, ilmu umum dan ilmu keislaman. Menurutnya asas-asas  keislaman sejalan dengan demokrasi dan sosialisme. Maka demikian, kaum muslimin harus dididik menjadi muslim sejati untuk mencapai cita-cita kemerdekan umat.
Dalam tulisan yang lain ditegaskan: keutamaan, kebebasan, kemuliaan, dan kebernaian bisa tercapai lewat ilmu tauhid, ilmu tentang ketuhanan. Ia yakin Islam mengandung banyak nilai sosialisme, dan dijadikannyalah Islam sebagai landasan segala berpikir dirinya yang berimbas pada organisasi yang dibawanya. Demikianlah Islam dan pendidikan Islam menggiringi kemerdekaan dan kelahiran bangsa Indonesia.
Jauh dari itu semua, pendidikan Islam tak sebatas pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga perilaku dan sikap. Di pesantren misalnya, di luar semua kurikulum yang ditetapkan Negara, ia memiliki sistemnya sendiri untuk melestarikan dan menjalankan nilai-nilai keislaman yang dipahami dan diajar.
Hari ini, di tengah kemajuan ilmu-ilmu teknologi serta ilmu-ilmu modern lainnya, di mana kiranya posisi pendidikan Indonesia berada? Pendidikan yang ada berbasis pada kurikulum yang ditetapkan dan disahkan oleh siapa? Gagasam Tjokroaminoto menjadi menarik sebagai buah pemikiran murni Indonesia, murni milik sendiri. Bahwa Islam adalah solusi pemersatu sekaligus landasan dari pembelajaran-pembelajaran yang semestinya berkembang dan dikembangkan. Benarlah ketika Tempo menempatkan Oemar Said Tjokroaminoto sebagai ‘guru’ dari para pendiri bangsa.

Posting Komentar untuk "Dari Oemar Said Tjokroaminoto untuk Bangsa Idonesia"