Menikmati Sajak-Sajak W.S. Rendra
Judul: Puisi-Puisi Cinta
Penulis: W. S. Rendra
Penerbit: Bentang
Cetakan II: Januari 2016
Tebal: 83 Halaman
Peresensi: Lailatul Q
Kumpulan puisi Willybrordus Surendra
alias W. S. Rendra dalam rentang waktu 1958-2003 bertema cinta, rupanya ia
tulis saat ia—mengaku—puber.
Dalam buku tipis ini terhimpun tiga
masa kepenulisan puisi Rendra. Ada puber pertama, puber kedua, dan puber ketiga.
Tulisan-tulisan Rendra sejak tahun 1958 itu menandakan usia yag masih muda
diukur dari kelahirannya, 1953. Bahasa yang digunakan sangat sederhana serta
dapat ditemui dalam bahasa rakyat sehari-hari, kejadian sehari-hari, dan emosi
sehari-hari. Wahai, rembulan yang bundar jenguklah kekasihku! Ia tidur
sendirian, hanya berteman dengan rindu (halaman 3). Puisi ini Rendra beri
judul Permintaan. Jelas dan tegas, namun sangat memikat. Untuk kalangan dunia
sastra, puisi-puisi Rendra dalam buku setebal 83 halaman ini, segar dan jauh
dari kesan jenuh.
Puisi-puisi pendek dan tegas
memenuhi beberapa lembar halaman bagian depan. Tampak bahwa itu merupakan
tulisan pada masa mudanya. Lihatlah puisinya yang berjudul Kangen, pohon
cemara dari jauh membayangkan panjang rambutnya; maka akupun kangen kekasihku (halaman
6). Begitu sederhana, manis dan jenaka.
Saat menyusuri lebih jauh
lembar-lembar puisi Willy, nama kecil W. S. Rendra, tersaji puisi masa
dewasanya yang terasa kompleks dan mendalam, serius dalam mengarungi bahtera
cinta. Ini tampak terlihat pada judul puisi Bukan di Madrid (halaman 40).
Dialog antara Yuliana dan Rusman. Barangkali inilah puisi terpanjang dan begitu
bergejolak yang Rendra himpun dari bukunya di masa puber kedua. Ia tulis pada
tahun 1977.
Sekalipun kisah cinta ia tulis secara
serius pada puisinya berjudul Bukan di Madrid, seolah puisi ini lahir karena
gejolak rasa. Seperti rasa antara jiwa dan tanah kelahirannya dan pada akhirnya
sampai pada titik perenungan. Sebuah dialog penggambaran epos percintaan
melewati dialog antara lelaki dan wanita,
Sementara itu puisi-puisi masa
tuanya adalah sebentuk rasa syukur dari nikmat cinta sejati yang telah teruji,
dapat kita nikmati pada masa puber ketiga dalam buku Puisi-Puisi Cinta ini.
Sajak Cinta Ditulis Pada Usia 57,
Rendra menulis Cintaku kepadamu, Juwitaku, ikhlas dan sebenarnya. Ia terjadi
sendiri. Aku tak tahu kenapa aku sekadar menyadari bahwa ternyata ia ada. (halaman
58). Pilihan kata yang lagi-lagi adalah bahasa sehari-hari namun tak kalah
menyentuh dengan bahasa sastra sekelas jawi kuna.
Menariknya, buku ini meiliki daya
tarik bagi pemuda remaja-dewasa karena kemampuan Rendra mengarang puisi dengan
begitu bersahabat dan memikat. Selamat menikmati!
Posting Komentar untuk "Menikmati Sajak-Sajak W.S. Rendra"