Cinta di Ujung Sajadah
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: AsmaNadia Publishing House
Cetakan: I Februari 2015
Tebal: 312 halaman
ISBN: 978-602-9055-34-4
Seperti apakah rupa cinta? Kapan ia serupa pelangi? Kapan pula ia begitu menyeramkan? Seperti apakah rupa cinta Adam kepada Hawa? Seperti apa pula cinta seorang Ibu kepada anaknya? Novel Asma Nadia berkisah tentang seorang perempuan piatu bernama Cinta yang selama 16 tahun menahan rasa penasarannya kepada sang Ibu.
Sebuah rahasia besar tentang dirinya dan identitas Ibunya disimpan rapat oleh lelaki yang sering ia sebut Papa dan Mbok Nah pembantunya. Papa dengan sempurna melenyapkan setiap jejak perempuan yang selalu tergambar di benak Cinta. Menginjak dewasa, papanya menikah lagi dengan perempuan cantik mantan model terkenal, Mama Alia. Mereka tinggal seatap dengan kedua saudara tirinya Cantik dan Anggun. Hari-hari menjadi semakin menceka. Menguras begitu banyak kesabaran untuk menghadapi ulah kedua saudari tiri Cinta. Belum lagi Mama Alia yang selalu menempel pada Papanya membujuk dan menyudutkan Cinta. Harinya begitu kelabu.
Namun, suasana berubah semenjak ia mengenal sosok lelaki hangat dan sopan. Tetangga barunya yang humoris namun sopan. Penggila dunia photography. Dialah Makky Matahari Muhammad. Makky mengenalkan Cinta pada dunia lain serupa pelangi yang indah, menyejukkan mata dan hangat. Bahwa hidup tak selalu murung dan lusuh.
Kisah berlanjut, Cinta merasa mendapatkan setitik harapan baru tentang Ibunya pada saat ia genap berusia 17 tahun. Mbok Nah, orang yang paling Cinta sayang memberikan selembar foto dan alamat kepada Cinta (hlm 170). Pada saat itula perjuangan Cinta dimulai. Ia merasa telah dibohongi selama 16 tahun oleh Papanya dengan mengatakan bahwa Ibunya telah meninggal. Tanpa ada keterangan lain. Semisal karena kecelakaan? Meninggal karena apa? Lalu seperti apa wajahnya? Seperti apa karakter Ibunya? Cinta tidak mendapatkan itu. Dan sekarang di usianya yang genap 17 tahun, mbok Nah membongkar semua rahasia itu. Bahwa Ibunya telah memberi kabar 7 tahun yang lalu bahwa Ayu Ningsih tinggal di Jakarta.
Tak semudah itu mencari alamat di tempat yang sama sekali Cinta belum paham seklaipun ia ditemani seseorang yang baru ia kenal di kereta, bernama Adji. Dari alamat tersebut, Cinta tahu bahwa iBunya telah pindah ke Bandung. Sekarang ia benar-benar sendirian di Bandung. Orang yang ia cari belum juga ketemu. Harapannya hampir saja redup. Sampai ia kembali mendapat kabar bahwa perempuan bernama Ayu Ningsih itu telah pergi ke Jogja dua tahun lalu.
Dengan semangat mebara Cinta hijrah ke Jogja sekitar pasar kembang. Ia kembali mendapatkan kekecewaan setelah bertemu dengan lelaki tua yang menuduhnya sebagai seorang suruhan dari laki-laki yang menurutnya jahat. Bukan Ibunya yang ia temui tapi kekecewaan dan redupnya harapan yang ia dapati. Namun ia kembali mendapati secercah harapan dari selembar kertas yang diberikan oleh anak kecil tetangga Ibunya tingga saat masih di Pasar Kembang. Alamat itu menunjukkan Ibunya tinggal di belahan barat Jogja.
Dengan di temani keempat temannya, Makky, Aisyah, Neta, dan Adji, Cinta berangkat mencari alamat tempat tinggal Ibunya yang sekarang. Harap-harap cemas ia diperjalanan. Tak lupa berdo’a terus kepada Ibunya semoga sehat dan harapan lainnya.
Di rumah sederhana itu Cinta menemukan alamt yang di carinya. Tapi ia tidak menemukan sosok Ayu Ningsih, Ibu yang sangat dikasihinya dan dirindunya. Ia hanya menemukan gundukan tanah dan batu nisan dibelakang rumah itu.
Lengkap sudah kepingan puzzel yang selama belasan tahun itu Cinta pikirkan. Semua terjawab dalam waktu tak kurang dari lima hari. Benar-benar kisah yang meberikan porsi pada cinta yang semestinya. Tidak melulu cinta kepada Makky, tapi juga kepada keluarga dan Ibunya.
Posting Komentar untuk "Cinta di Ujung Sajadah"