THE EXPLORER AND THE STORY TELLER
Masih ingat dengan film cartoon Dora The Explorer? Sempat booming
saat saya masih belajar di bangku TK. Sampai sekarangpun saya tak bisa
melupakan kisah petualangannya. Entah bagaimana, dua kata di atas, the
explorer dan the story teller, selalu menarik perhatian saya.
Mungkin saja ini semacam tulisan-tulisan ‘nothing’ dan terkesan kekanak-anakan—dari
temanya. Tapi kita tidak bisa melupakan tentang orang-orang hebat seperti Marco
Polo dan Christoper Colombus.
Petualangan mereka tidak bisa dianggap sesuatu yang ‘nothing’.
Yang menarik dari cerita Marco Polo adalah penghayatannya terhadap keragaman
manusia, bahasa, varietes biologis, serta flora dan fauna. Sampai pada musim
hujan dan kemarau yang sangat berbeda di asia dibandingkan dengan Eropa.
Marco
Polo tidak sempat mampir ke pulau Jawa, tapi dia banyak mendengar mengenai apa
yang dikenalnya sebagai pulau paling ajaib di dunia. Yang menghasilkan lada,
pala, kayu manis, laos, dan rempah-rempah lain. Memang rempah itu bukan berasal
dari Jawa melainkan Maluku. Bahkan katanya lada berasal dari Malabar. Tapi
nyatanya cerita Marco Polo cukup menjadi motivasi penjelajah selanjutnya
seperti Magellan (Magalhaes) dan Vasco Da Gama.
Cerita para the explorer
ini sangat menarik dan merupakan kegaitan mengubah dunia lebih dari pada
politik abal-abal yang terjadi di setiap negara.
Satu hal menarik yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa
setiap explorer dikelilingi oleh story teller. Kalau saja orang
hanya melakukan penjelajahan tanpa ada yang membawakan ceritanya, maka
selamanya dampaknya akan terbatas pada dirinya sendiri. Thomas Stamford Raffles
pernah menulis dari hasil petualangannya selama menjajah pulau
Jawa. Penjelajah dan pendongen adalah sebuah perpaduan yang sempurna.
Tentang dongeng dalam benak saya selalu muncul daerah-daerah di
luar tropis. California, Etiopia, dan negeri-negeri dongeng di belahan bumi
timur. Suatu hari saya tercenung mengingat daun di negara luar tropis yang
berubah-ubah warna. Saya menyimpulkan bahwa yang bagus-bagus akan pergi, all
goods things cannot last forever. Tapi jangan lupa hal-hal bagus muncul
kembali begitu memasuki musim dingin. Ini sederhana, semacam roda kehidupan, life
is a circle. Atau “what comes down will go up, whats go up will fall
down”.
Lalu anak kecil itu bertanya, mengapa daun berubah warna? Begini, sayang..
Tanaman membuat makanannya sendiri. Mereka mengambil air dari dalam
tanah melalui akar-akarnya, tanpa pemompa air. Kemudian mereka mengambil gas
bernama karbondioksida dari udara dengan bantuan cahaya matahari dan suatu zat
bernama chlorophyl. Chlorophyl itu berwarna hijau, karena itu
daun-daun berwarna hijau. Jika cuaca berubah menjadi dingin, yang terjadi mulai
September di negara utara, dan April di selatan, tanaman beristirahat seperti
beruang di hutan.
Jadi mereka tidak perlu membuat makanan. Namanya juga lagi
istirahat, seperti manusia tidak perlu makan kalau lagi bobo. Karena itu, daun kelihatan kuning emas, merah, dan coklat. Warna-warna itu sebenarnya ada
dalam setiap daun, tapi tidak kelihatan karena tertutupi oleh warna hijau pada
musim panas. Begitu hijaunya hilang, kelihatanlah warna-warna itu.
Bagi kita indah, sebetulnya itu hal yang menyedihkan karena
denaunan kita kehilangan warna hijau. Untunglah manusia punya kepekaan pikiran
yang luar biasa hingga daun yang mati kelihatan cemerlang. Kalau kita kuat
imajinasi dan kuat keyakinan, kita bisa melihat keindahan dalam
kerontokan. Dan kalau kita sabar menunggu, warna hijau akan datang lagi, dan
warna kesedihan bersembunyi sekali lagi di balik warna keindahan.
Saya berdoa saja, semoga suatu hari nanti saya bisa mengunjungi tempat-tempat itu, tempat seperti dalam kisah Fairy Tale dalam film-film Walt Disney.
Queen is the great and powerfull story teller J
*10 September 2016
Posting Komentar untuk "THE EXPLORER AND THE STORY TELLER"