Catatan Festival Traditional Game di Komunitas Rumah Kita
Oleh : Lailatul Q
Ada rasa
haru saat menyaksikan anak-anak bermain permainan tradisional yang belakangan
ini mulai menempati lapisan kerdil dari kedigdayaan narasi teknologi. Kalah
oleh gemuruh game online dan game teknologi lainnya yang menyuguhkan prestise
dan kepuasan tersendiri.
Permainan
tradisional berada di deretan daftar terakhir yang diingat dan diketahui
orang-orang pada umumnya. Alhasil, kalau kita tidak turun gunung menyisir
daerah-daerah, kita tidak akan tahu bahwa permainan-permainan tradisional di
nusantara memang benar-benar kaya; merupakan salah satu sumber kekayaan budaya
di nusantara, di panggung dunia. Itulah salah satu yang membuat bangsa lain
mengaguminya.
Atas dasar
fakta itulah, komunitas Rumah Kita, Bluto, Madura, yang awalnya hanya fokus
bergerak di bidang kajian, kini mulai melirik dunia lain; menyelenggarakan
festival lomba Traditional Game dengan melibatkan anak-anak desa
setempat. Tujuannya tak lain untuk mengetengahkan kembali sesuatu yang sempat
menghilang dan terlupakan dari kultur negeri sendiri melalui
permainan-permainan tradisional yang dibiarkan dengan nilai eksotisnya, tanpa
diaransemen mengikuti perkembangan zaman. Lain dari pada itu juga sebagai media
membangun solidaritas anak-anak kampung yang mana belakangan ini mulai
membentuk kubu-kubu tak jelas juntrungannya hingga mengundang pertengkaran dan
perkelahian.
Menyaksikan festival
lomba ini, kita seolah menyaksikan dan menikmati nusantara kecil melalui
ke-khas-an tradisi setempat. Ada unsur sakral, kebahagiaan dan ruh kita sebagai
suatu bangsa dengan pesona tersendiri, menampilkan sesuatu yang telah nyaris
terlupakan, yang sebagian merupakan warisan dari tokoh-tokoh penyebar Islam
melalui asimilasi.
Festival ini
tidak dalam rangka merangsang kompetisi dan saling memburu sebuah predikat.
Sekalipun memang dikemas dengan konsep perlombaan, namun senyatanya hal ini
lebih kepada penggalian nilai demi menyelamatkan karakter nusantara dan
kekayaannya. Perkara nilai-nilai kultural yang ingin diketengahkan melalui
ekspresi lomba tradisional, itulah yang penting untuk digaris bawahi dan
penting direfleksikan terus menerus.
Beberapa jenis
permainan dipilih dengan pertimbangan ada unsur kebersamaan dan memungkinkan
untuk dimainkan anak-anak dengan usia berkisar 9-15 tahun seperti saloduran
atau dikenal dengan kojeh. Peserta berasal dari beberapa desa sekitar,
seperti Gingging, Gilang, Sera, dan Errabu.
Traditional
Game ini hanyalah satu dari sekian banyak unsur
abstrak, jika hanya didengarkan begitu saja dan tidak berhasil menjadi memori
atau laku kehidupan. Padahal tolok ukur keberhasilan festival ini adalah bukan
kepada gegap gempitanya hiburan, melainkan adanaya upaya peduli dari kalangan
muda untuk lebih serius mengekspresikan kandungan esensi budayanya. Serta
adanya upaya mencitai khas nusantara.
Mencinta
Indonesia, 31 Mei 2016
Posting Komentar untuk "Catatan Festival Traditional Game di Komunitas Rumah Kita"